Space Tersedia (Cantact Me)

Potret dan Kisah

Gemuruh ramainya suasana kota bandung membangunku dari istirahat tidurku yang hanya beberapa jam dari aktivitasku pagi tadi (18 feb 2014). Berkali-kali ku balikan badanku di atas tempat tidur karna rasa pegal dan pusing. Dalam ruang yang sempit ini kupandangi poster bergambar kehancuran kota (Reign Of Fire) yang masih tertempel dan berdebu. Tiang-tiang penyangga dan atap yang telah usang.

"...Andra, kerja jam berapa? Bangun, makan bareng bapa sini..." Ucap ibuku dari bawah sana.
"Aku libur kerja bu..."

Aku masih saja terbaring di atas tempat tidur sambil membuka satu persatu pesan, notifikasi, dan beberapa panggilan tidak terjawab di keempat handphone'ku. Dan sepertinya aku sangat malas untuk membalas semua pesan hari ini. Aku lihat, sudah jam 10:41 pagi menjelang siang. Entah hari libur kerjaku ini akan aku gunakan untuk apa, karna tidak ada satupun kegiatan dan acara di hari ini.
Ya tuhan, kepalaku sakit benar. Mimpi apa aku tadi pagi hingga pusing dan sakitnya masih terasa saat aku bangun.

Aku duduk sambil minum air putih dan menyalakan sebatang rokok. Kebiasaanku setiap kali bangun tidur... Aku mengambil handuk untuk mandi, dan sepertinya ini hal pertama yang aku kerjakan untuk mengawali hari ini.

"Andra mau kemana ?"
"Jalan-jalan bu, off day aku bosen dirumah"
"Jalan-jalan kemana, sama siapa?"
"Sendirian bu, pokonya aku mau refresing.."
"..."

*(Jam 12:41)
Pandanganku terhenti di sebuah bangunan di tengah padang rumput yang tidak jauh dari tempatku memarkir sepeda motor di depan sebuah warung kecil.

"Bu, beli roko sebungkus sama air mineralnya satu botol. Oh iya bu saya boleh menitip motor sebentar disini..!!"
"Boleh cep, dikunci ganda ya cep motornya.."
"Makasih ya bu, saya nggak lama ko, jadi berapa bu saya harus bayar ?"
"..."

Aku berjalan melewati semak-semak dan menaiki pagar pembatas. Sesekali aku menyapa beberapa tukang kayu yang sedang bekerja membuat pahatan kayu. "Mau kemana cep, hati-hati banyak ular..!!" Ucap seorang pemuda lusuh yg sedang mencuci kuas cat.

Ya tuhan, ternyata masih ada tempat seindah ini di antara penatnya keramaian kota. Pohon-pohon besar, daun-daun gugur yang berserakan, udara segar. Aku sangat senang saat memandang langit di antara dedaunan. Bias cahaya matahari yang menembus dedaunan itu seperti lapisan-lapisan warna keemasan yg berkilau indah saat ku pandang menembus celah dedaunan.

Tak jauh lagi, aku hampir sampai di bangunan tua yang kulihat dari kejauhan tadi. Aku merasakan jalan yg semakin licin dan basah, udaranya pun semakin terasa lebih dingin saat aku sampai di depan bangunan tua ini. Sepertinya ini adalah sebuah rumah usang yg lama di tinggalkan pemiliknya. Namun rumah ini sepertinya cukup terawat kulihat dari belakang. Guguran daunnya tersapu bersih.
Aku duduk di atas sebuah batu besar di belakang halaman rumah ini. Rumput yg terawat, bunga-bunga yang dalam beberapa pot tergantung dari atas atap rumah, kolam ikan dengan patung yang tidak terisi air dan kering.

Apa yang sedang aku fikirkan dalam kepala ini, aku merasa pernah ada di tempat ini. Di atas meja itu aku membayangkan meloncat kebawah lalu berlari mengambil bola yang ada di depan pagar rumah.
Kunyalakan sebatang rokok, dan lalu aku berjalan ke arah depan rumah tua ini. Lebih mirip seperti sebuah bengawan dengan penataan yg rapih dan memiliki sentuhan seni tinggi. Beberapa patung masih berdiri berselang dengan tunas pohon pinus di sepanjang jalan menuju depan rumah ini. Kulihat beberapa orang berjalan berpapasan membawa pancingan dan sedikit ikan kecil dalam wadah jaring kecilnya. Saat berpapasan aku hanya bisa tersenyum untuk menyapa mereka.

Aku duduk di sebuah kursi batu tepat di depan pagar halaman depan rumah ini sambil meminum air yg tadi ku beli di warung. Aku memandang luas ke arah sana, ada sebuah sungai kecil dan kulihat dari tempat yg jauh disana ada 2 orang bapak tua sedang memancing ikan. Ake berjalan ke arah sungai lalu aku duduk di pinggiran sungai tepat di bawah curug kecil yg airnya mengalir dari sawah-sawah. Kurasakan percikan air yang turun ke batu membasahi wajahku. Suara air yang mendamaikan hati, udara, suasana hening, sinar matahari yang sedikit karna terhalang oleh pepohonan. Sadar akan diri yang merasa tak lagi mempunyai cinta dalam hati ini, aku memandang tetesan air yang jatuh dengan hati yang sendu. Entah telah berapa lama tak kurasakan lagi tersenyum bahagia saat memandang mata dan senyuman indah dari cinta yang bisa aku sayangi tengan tulus. Aku sadar aku kini tidak memilikinya. Angin bertiup pelan membelai hati yang seolah tau betapa dinginya hidupku tanpa arah yang jelas untuk berharap memiliki cinta. Riuh dedaunan yang bergesekan dengan dedaunan lainya seakan berbisik pelan betapa suara itu sangat kurasakan untuk berkata dan berbicara tentang cinta. Aku tersenyum, mengapa selalu kata cinta itu yang selalu terfikirkan walau kutahu aku tidak memilikinya. Penyesalan hanya ungkapan dari jalan yang telah terlalui dengan penyangkalan. Aku telah salah menaruh cintaku ini dalam ruang hatinya yang tidak bisa membalas. Hatinya tidaklah terisi dan hatinya tidak pernah untuku. Beberapa tahun ini aku tidak pernah menyerah. Hanyalah hati yang memiliki cinta itu sendiri yang dapat merasakan betapa tuhan telah membesarkan hati ini untuk lebih berlapang menerima jalanya. Aku masih bisa bersyukur, aku masih bisa berdoa dan berharap. Aku...

"Cep, atos sore.. Atos bade asar... Tipayun cep..." Ucap bapak tua bersama istrinya membawa ranting-ranting pohon sambil menepuk pundaku.

Hari udah mulai sore ternyata, aku berjalan kembali untuk mengambil air minumku di atas kursi batu depan rumah tua tadi. Kini aku melihat seorang ibu dan 3 orang anaknya duduk di depan rumah tua itu sambil melambaikan tanganya ke arahku. Tapi aku berfikir bukan aku yg dia panggil. Aku berjalan sambil menundukan kepalaku, lalu aku mengambil air minumku dan menyalakan lagi sebatang rokok sambil bergegas untuk pulang.

"Cep kadieu..." Ibu itu melambaikan tanganya.
"Aa, di panggil mamah.." Seorang anaknya menghampiriku.

Aku berjalan ke rumah tua ini, aku tersenym saat ibu itu ada di hadapanku. Seperti tak asing aku melihatnya.

"Cep, sini... Sudah besar ya, ibu mah moal salah .. sok calik heula."

Lalu kulihat seorang anak perempuanya yg paling besar berlari kedalam.

"Ibu moal salah, tapi ieu oge upami teu lepat nya.. "

Dalam pemikiran yg bingung aku hanya bisa tersenyum dan tidak satu katapun yang aku ucapkan. Kulihat anak perempuan yang paling besarnya keluar lagi dan memberikan sebuah boneka panda dan satu lagi sebuah buku tebal.

"Cep, ieu... Panginten tinggaleun baheula teh. Tapi ku ibu di rawatan weh, sok di tingal sareng di inget deui.. Pasti moal apal da ka ibumah"

Ibu itu memberikan buku besar tebal itu kepadaku. Da aku sedikit ingat, aku hanya bisa mengenali foto-fotoku ini bersama keluargaku. Ternyata ini adalah sebuah album fotoku di masa kecil bersama keluargaku. Lalu aku meminta boneka panda kepada ibu itu. Ibu dan tanteku membeli 2 boneka panda yg sama, satu untuku dan satu untuk kakaku (ka dewi) yang telah meninggal saat aku masih berumur 3 tahun.

Rumah tua ini adalah rumahku 21 tahun yang lalu. Aku memang sengaja pergi ke tempat ini setelah melihat satu foto di rumahku.

Semua kenangan tetap tersimpan dan bisa di ingat kembali namun kenangan itu tidak akan pernah bisa di rasakan kembali. Cinta yang telah usang hanya akan menjadi sebuah kisah. Masa depan dan kebahagiaan kelak tergantung apa yg kita ukir dalam hidup dan hati kita sendiri yang kelak itu adalah sebuah kisah dan cerita yang akan bisa kita kenang.

(Andra Permana Halim)
About the Author : . Jangan tanya kenapa anak labil ini bisa menulis. Andra sangat menyukai Semua hal di bidang Informatika. Sesekali menulis Tentang Keseharian dan wawasan yang banyak di jumapainya.

11 comments:

  1. Ceritanya bagus, membaca ini seperti sedang ada disana.

    ReplyDelete
  2. Tema ceritanya beda, nggak seperti biasanya.
    Tapi ceritanya sangat bagus.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya nih, soalnya kata-katanya mengikuti alur ceritanya... Biar terbawa emosinya... :) masih belajar sih...

      Delete
  3. membaca ini mengingatkan ku kepada anak nya bapak halim yg lagi merantau :( setiap goresan nya mengandung banyak kisah dan misteri.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Eh ada anak bapak Michael DiDin ... Apaan yg di gores bang? Haha

      Delete
  4. Ceritanya dan kata-katanya beda banget seperti biasanya, sepertinya ada yg lagi galau :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa aja, nggak ko, ini cuman biar cocok sama alur ceritanya aja om... Hehe

      Delete
  5. Seakan berada dalam dunia si andra, mantab kk

    ReplyDelete